23 Agu 2012

The Caped Crusader

Suara tongkat kayu menggema di ruang besar dengan langit-langit tinggi, beberapa lukisan yang terpajang di dinding ruangan bisu menatap tubuh yang sudah menua secara perlahan. Beberapa kali suara batuk menggema mengarungi penjuru ruangan, tubuh yang dulunya kuat kini sudah berubah melemah walau pun sifat keras kepalanya tidak pernah ubah dari dulu. Dia duduk dengan wajah sedikit melengak memperlihatkan sifat sombongnya pada butler yang sudah lama bekerja di ruamhnya itu. Sudah berpuluh tahun, bahkan sebelum dia lahir pun butler-nya tadi sudah bekerja pada kedua orang tuanya. Dan kini setelah sudah lama kedua orang tuanya meninggal dunia akibat dibunuh oleh seorang perampok di depan gedung opera, butler-nya itu pun tetap setia pada keluarganya.
Baki yang berisi hidangan makan malam diletakkan di atas meja dan ketika tutupnya dibuka aroma semerbak harum ayak bakar menyelinap memasuki indra penciuman mereka berdua. Ketika butler-nya tadi ingin beranjak dari ruangan itu si majikan pun berucap dengan suaranya yang serak.

“Alfred, duduklah di sini, temani aku makan malam,” pintanya.
Alfred duduk di bangku yang berada di seberang majikannya tadi. “Tapi maaf Tuan Wayne, saya masih kenyang. Saya hanya akan duduk menemani anda di sini.”
Kebisuan terjadi cukup lama di antara mereka, yang terdengar hanyalah suara pisau, sendok dan gerpu yang menyentuh piring dan setelah sapu tangan putih menyapu bibir yang sudah berhenti mengunyah, ruangan benar-benar menjadi sunyi seakan tidak ada siapa pun yang ada di sana.
Lalu keheningan itu sirna. “Hidup singkat atau pun panjang tidak merubah apa pun. Yang hidup singkat akan dilupakan begitu saja dan hidup terlalu panjang juga akan terlupakan begitu saja. Bagaimana menurutmu, Alfred?.”
“Orang-orang memang suka lupa, tapi tidak untuk rasa sakit. Begitu juga halnya dengan kebaikan dan keburukan. Orang-orang lebih mengingat keburukan orang lain daripada kebaikan yang mungkin dulu pernah menolong hidup mereka.”
Bruce tersenyum kecut. “Aku setuju dengan pendapatmu.” Lalu dia bangkit dan menumpukan tubuhnya ke tongkat kayu yang sudah setahun itu digunakannya. “Semakin lama hidup itu semakin rumit,” lanjutnya sembari pergi meninggalkan Alfred yang mengawasi langkahnya yang pincang.
Bulan menyabit malam itu, terlihat dari jendela kaca kamar Bruce yang tinggi dan besar. Tongkat kayu tersandar di samping tempat tidur, malam membawa tidurnya ke dalam mimpi buruk yang sudah lama sering terulang setiap malamnya.
Cahaya menyilaukan melingkar di atas kepala, curam dan dalam. Sumur tua itu sudah lama tak pernah berisi air, mata airnya sudah lama kering oleh sebab itu ditutup dan tidak pernah dikuak lagi. Lalu tiba-tiba tutup-tutupnya ambruk, tubuh bocah kecil terjerumus ke dalamnya menciptakan teriakan kesakitan bercamput takut.
Kedua bola mata penuh takut bocah tadi bergerak ke semua penjuru dinding sumur, lalu tatapannya terhenti pada sebuah lubang kecil yang menggemakan suara mengerikan. Jantung berdetak kuat, dia mundur merapatkan tubuhnya ke dinding sumur dan ketika tak ada lagi ruang untuk mundur, puluhan makhluk hitam keluar berdesakan, terbang memenuhi sumur, berebut ingin keluar. Bocah tadi berteriak ketakutan sembari menutup wajahnya akan tetapi makhluk hitam tadi tidak kunjung habis…….
Bruce terbangun dengan keringat membasahi seluruh tubuhnya, nafasnya tidak setabil, rambutnya memberai kusut, dia terlihat seperti orang gila. Kelelawar lagi. Keluhnya sembari menghembuskan nafas panjang agar dia kembali tenang.
~
“Siapa namanya?,” tanya Bruce pada Alfred
“Bane!,” jawab Alfred singkat.
“Seberapa parah?,” tanyanya lagi.
“Cukup untuk memaksa anda meninggalkan tongkat anda dan menggunakan jubah masa lalu.”
“Aku merasa perlu latihan setelah sekian lama tidak keluar,” ucapnya ragu.
Dan ketika Bruce bergerak meninggalkan Alfred, Alfred menghentikan langkahnya. “Tuan, apa anda takut?.”
Tanpa berpaling dia memberikan jawaban. “Aku tidak pernah takut,” dia pun melanjutkan langkahnya lagi.
Sembari memperhatikan sosok majikannya tadi, Alfred berucap dalam hati dengan keraguan yang begitu besar. Rasa tidak pernah takut bisa membuat anda berada di dalam bahaya Tuan. Tapi kata itu tidak pernah berani untuk di ucapkannya, sama seperti surat terakhir yang dulu diberikan Rachel pada Alfred untuk Bruce sebelum hari kematian Rachel. Kadang biarlah rahasia menjadi sebuah rahasia, agar tidak ada yang tersakiti atau kecewa apa bila rahasia itu terungkap dengan cara yang tidak diharapkan.
~
NB : untuk Christopher Nolan dan seri terakhir Batman : The Dark Knight Rises, terima kasih atas 3 seri Batman yang tidak akan pernah aku lupakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih sudah membaca dan memberikan komentar!