Suara tongkat kayu menggema di ruang besar dengan langit-langit tinggi,
beberapa lukisan yang terpajang di dinding ruangan bisu menatap tubuh yang
sudah menua secara perlahan. Beberapa kali suara batuk menggema mengarungi
penjuru ruangan, tubuh yang dulunya kuat kini sudah berubah melemah walau pun
sifat keras kepalanya tidak pernah ubah dari dulu. Dia duduk dengan wajah
sedikit melengak memperlihatkan sifat sombongnya pada butler yang
sudah lama bekerja di ruamhnya itu. Sudah berpuluh tahun, bahkan sebelum dia
lahir pun butler-nya tadi sudah bekerja pada kedua orang tuanya. Dan
kini setelah sudah lama kedua orang tuanya meninggal dunia akibat dibunuh oleh
seorang perampok di depan gedung opera, butler-nya itu pun tetap setia
pada keluarganya.
Baki yang berisi hidangan makan malam diletakkan di atas meja dan ketika
tutupnya dibuka aroma semerbak harum ayak bakar menyelinap memasuki indra
penciuman mereka berdua. Ketika butler-nya tadi ingin beranjak dari
ruangan itu si majikan pun berucap dengan suaranya yang serak.
“Alfred, duduklah di sini, temani aku makan malam,” pintanya.
Alfred duduk di bangku yang berada di seberang majikannya tadi. “Tapi
maaf Tuan Wayne, saya masih kenyang. Saya hanya akan duduk menemani anda di
sini.”
Kebisuan terjadi cukup lama di antara mereka, yang terdengar hanyalah
suara pisau, sendok dan gerpu yang menyentuh piring dan setelah sapu tangan
putih menyapu bibir yang sudah berhenti mengunyah, ruangan benar-benar menjadi
sunyi seakan tidak ada siapa pun yang ada di sana.
Lalu keheningan itu sirna. “Hidup singkat atau pun panjang tidak merubah
apa pun. Yang hidup singkat akan dilupakan begitu saja dan hidup terlalu
panjang juga akan terlupakan begitu saja. Bagaimana menurutmu, Alfred?.”
“Orang-orang memang suka lupa, tapi tidak untuk rasa sakit. Begitu juga
halnya dengan kebaikan dan keburukan. Orang-orang lebih mengingat keburukan
orang lain daripada kebaikan yang mungkin dulu pernah menolong hidup mereka.”
Bruce tersenyum kecut. “Aku setuju dengan pendapatmu.” Lalu dia bangkit
dan menumpukan tubuhnya ke tongkat kayu yang sudah setahun itu digunakannya.
“Semakin lama hidup itu semakin rumit,” lanjutnya sembari pergi meninggalkan
Alfred yang mengawasi langkahnya yang pincang.
Bulan menyabit malam itu, terlihat dari jendela kaca kamar Bruce yang
tinggi dan besar. Tongkat kayu tersandar di samping tempat tidur, malam membawa
tidurnya ke dalam mimpi buruk yang sudah lama sering terulang setiap malamnya.
Cahaya menyilaukan melingkar di atas kepala, curam dan dalam. Sumur
tua itu sudah lama tak pernah berisi air, mata airnya sudah lama kering oleh
sebab itu ditutup dan tidak pernah dikuak lagi. Lalu tiba-tiba tutup-tutupnya
ambruk, tubuh bocah kecil terjerumus ke dalamnya menciptakan teriakan kesakitan
bercamput takut.
Kedua bola mata penuh takut bocah tadi bergerak ke semua penjuru
dinding sumur, lalu tatapannya terhenti pada sebuah lubang kecil yang
menggemakan suara mengerikan. Jantung berdetak kuat, dia mundur merapatkan
tubuhnya ke dinding sumur dan ketika tak ada lagi ruang untuk mundur, puluhan
makhluk hitam keluar berdesakan, terbang memenuhi sumur, berebut ingin keluar.
Bocah tadi berteriak ketakutan sembari menutup wajahnya akan tetapi makhluk
hitam tadi tidak kunjung habis…….
Bruce terbangun dengan keringat membasahi seluruh tubuhnya, nafasnya
tidak setabil, rambutnya memberai kusut, dia terlihat seperti orang gila.
Kelelawar lagi. Keluhnya sembari menghembuskan nafas panjang agar dia
kembali tenang.
~
“Siapa namanya?,” tanya Bruce pada Alfred
“Bane!,” jawab Alfred singkat.
“Seberapa parah?,” tanyanya lagi.
“Cukup untuk memaksa anda meninggalkan tongkat anda dan menggunakan jubah
masa lalu.”
“Aku merasa perlu latihan setelah sekian lama tidak keluar,” ucapnya
ragu.
Dan ketika Bruce bergerak meninggalkan Alfred, Alfred menghentikan
langkahnya. “Tuan, apa anda takut?.”
Tanpa berpaling dia memberikan jawaban. “Aku tidak pernah takut,” dia pun
melanjutkan langkahnya lagi.
Sembari memperhatikan sosok majikannya tadi, Alfred berucap dalam hati
dengan keraguan yang begitu besar. Rasa tidak pernah takut bisa membuat
anda berada di dalam bahaya Tuan. Tapi kata itu tidak pernah berani untuk
di ucapkannya, sama seperti surat terakhir yang dulu diberikan Rachel pada Alfred
untuk Bruce sebelum hari kematian Rachel. Kadang biarlah rahasia menjadi sebuah
rahasia, agar tidak ada yang tersakiti atau kecewa apa bila rahasia itu
terungkap dengan cara yang tidak diharapkan.
~
NB : untuk Christopher Nolan dan seri terakhir Batman : The Dark
Knight Rises, terima kasih atas 3 seri Batman yang tidak akan pernah aku
lupakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah membaca dan memberikan komentar!