Di balik kacamata tipis dan transparan itu, kedua bola mata yang masih menelusuri sebuah kebenaran, menatap curiga terhadap penjelasan Yuli yang tidak didasari dengan bukti-bukti.
“Aku hanya ingin kau jujur, aku akan membantumu meringankan hukumanmu, aku butuh kau berkerjasama denganku,” ucap Riki setengah berbisik.
“Aku tidak melakukannya, itu murni kecelakaan,” Yuli bersikeras.
Riki hanya bisa menghela nafas panjang, karena jawaban yang di inginkannya adalah sebaliknya. Memang aneh bukan jika seorang pengacara menginginkan bahwa kelayennya terbukti berbuat kesalahan, tapi seperti bukti-bukti yang di dapatkan polisi, Yuli memang tidak bisa mengelak dari semua spekulasi dan pendapat atas bukti-bukti serta alibi yang tidak dimilikinya.
Riki berjalan menelusuri lorong penjara yang sunyi, jas hitam yang tadi dipakainya sudah membuat dirinya semakin gerah hingga jas itu hanya berakhir tergantung pada lengan kanannya saja.
Melewati pintu pemeriksaan sebanyak beberapa kali akhirnya Riki bisa keluar, dia bergerak menuju mobilnya yang terparkir tunggal di tempat parkir. Banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya, dia mulai merangkai berbagai perkataan Yuli yang menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi menurut persi Yuli sendiri, Menyingkronkannya dengan bukti-bukti yang ada.
Pintu mobil dibuka, sejenak dia diam berpikir, semakin dipikirkan semakin berat kepalanya. Seminggu lagi sidang akan dilaksanakan, tapi hingga hari itu senjata pembela masih belum bisa ditemukan olehnya. Itu adalah kondisi keritis jika hingga hari penyelenggaraannya datang hal itu masih sama, maka tamatlah riwayat dari kasus yang sedang ditanganinya itu.
Mobil melaju, Sore tergambar indah di langit merona, Riki menyalakan musik, mendengarkan lagu Nike Ardila yang memang memiliki banyak kenangan dalam hidupnya.
Dia berbelok menuju sebuah bangunan yang memiliki 7 lantai, masuk dengan memperlihatkan kartu identitasnya, kemudian memasuki lahan parkiran yang ada di lantai 5. Parkiran sunyi, dari sana Riki bisa melihat indahnya biasan matahari yang sudah mulai tenggelam.
Salah satu pagar pembatas di sana masih terlihat baru, masih di pasang garis kuning yang merupakan pertanda sebuah peringatan. Riki bersandar pada tiang besar yang bertuliskan P5, mengeluarkan rokok dan mulai menyalakannya. Sensasi ketenangan sekilas muncul dari asap rokok yang dihembuskannya perlahan dari dua lubang hidungnya.
Mungkin saat itu siang tepatnya tengah hari, jam istirahat. Dina teman sekantor Yuli keluar sendiri. Dia menuju tempat parkiran lantai lima P5, mobil barunya itu berwarna biru tua, masih mengkilat. Tapi tiga jam berlalu mobil itu masih berada di tempatnya semua, tak bergerak. Lalu tak lama kemudian sebuah kejadian terjadi, semua orang yang ada di jalan, yang melihat insiden itu berlarian melewati pintu pagar yang terbuka lebar.
Mobil itu terjatuh dari lantai lima, terbalik dan remuk, seperti sosok yang juga ada di dalamnya, remuk bersimbah darah. Beberapa detik kemudian setelah jatuhnya mobil tadi, sosok seorang perempuan terlihat menjenguk dari tempat mobil tadi jatuh. Ada banyak orang yang melihat perempan itu dari bawah. Yuli, terlihat panik.
Awalnya Yuli menjadi saksi yang kemudian berubah menjadi tersangka, karena sidik jarinya yang ternyata ada pada botol obat penenang Dina karena Dina juga dikatakann overdosis obat penenang. Sidik jarinya juga ada pada minuman airkemasan dan di bagian belakang mobil serta yang lebih parahnya lagi Yuli ternyata memiliki konflik dengan Dina.
Mungkin saja itu terjadi seperti ini : Dina keluar untuk istirahat, dia diam cukup lama di dalam mobil, dia mulai menkonsumsi obat penenang, entah berapa yang telah diminumnya. Yuli yang mengetahui kebiasaan rekan kerjanya itu datang menghampirinya, tubuh Dina yang lemah karena kebanyakan menkonsumi obat penenang membuat Yili mudah melakukan aksinya. Sisa obat penenang di masukkannya ke dalam mulut Yuli bersamaan airkemasan yang ada di bangku sebelah mobil. Mesin mobil dinyalakan, Yuli keluar dan mulai mendorong mobil dari belakang hingga mobil terjatuh.
Batang rokok sudah hampir habis dimakan api. Puting itu di buang kemudian di injak dengan sangat keras. Api tadi padam, Riki bergerak menuju mobilnya di bawah biasan matahari yang sudah hampir berubah menggelap. Itu hanya kemungkinan. Ucap Riki mencoba mematahkan apa yang sedang bergulat di dalam pikirannya.
*
Keringat kegugupan dihapus dengan sapu tangan biru yang berasal dari dalam kantong celana panjangnya. Semua orang yang hadir di sidang itu berdiri, setelah mendengarkan keputusan Hakim yang membuat Riki hanya bisa menundukkan kepalanya sambil melirik ke arah Yuli yang menangis.
Tuduhan pembunuhan berencana itu disertai dengan bukti-bukti kuat membuat Yuli harus bisa menerima keputusan Hakim yang sudah menutup sidang dengan keputusan yang memilukan.
Saat-saat terakhir itu Riki hanya mampu memperhatikan Yuli yang melangkah di sebelahnya dengan tangis dan kesabaran, gejolak hati Riki seakan berucap bahwa ada yang salah dengan keputusan Hakim pada sidang itu. Dia merasa Yuli tidak bersalah, semua itu murni kecelakaan.
Mungkin saja apa yang diceritakan oleh Yuli adalah kebenaran, walau tak ada saksi yang melihat dan bisa membenarkan pernyataan itu.
Hari itu sebelum jam istirahat, Yuli berjalan menelusuri koridor kantor sambil membawa beberapa berkas, tabrakan yang tidak terduga di koridor yang membelok itu memang tidak pernah direncanakan. Kertas-kertas berserakan, mereka berdua saling pandang, wajah saling marah itu mengekspresikan masalah yang memang sudah mereka berdua miliki, masalah cinta dan perselingkuhan antar dua sahabat dekat itu memang sulit di terima. Dina yang bagi Yuli telah mendapatkan segalanya dan merebut banyak hal dalam hidupnya adalah sosok yang sangat dibencinya.
Tapi hari itu Yuli mencoba untuk tidak bicara, dia merunduk memungut kertas-kertas, begitu juga denan Dina, lalu botol obat penenang dan minuman airkemasan itu di pungut dan diserahkan oleh Yuli pada Dina yang menerimanya dengan sangat kasar. Yuli hanya diam tanpa berucap apa pun.
Ketika Dina sudah tak terlihat lagi, dan Yuli masih membereskan kertas-kertas di lantai, dia menemukan sebuah benda yang memiliki dua garis merah yang memiliki arti positif. Alat tes kehamilan itu benar-benar menandakan positif.
Tanpa mau mengungkit dan menajdikna hal itu sebuah masalah baru, Yuli hanya diam sambil meletakkan benda tadi di atas tumpukan kertas dan bergerak menuju ruangannya.
Jam istirahat tiba, tapi Yuli masih menyelesaikan tugasnya yang memang masih sangat banyak. hingga jam 3 lewat Yuli memutuskan untuk membeli makanan.
Alat tes kehamilan tadi dipungutnya dari atas meja, dan membuangnya di dalam tempat sampah, Dari lantai 6 Yuli turun ke lantai 5, dia menuju parkiran. Tapi sesampai di sana dia menemukan sebuah mobil dengan mesin menyala bergerak kedepan menabrak pagar pembatas.
Yuli yang sadar itu adalah mobil Dina langsung berlari mencoba menghentikannya tapi jemari-jemarinya hanya sempat memegang bagian belakang mobil, mobil pun terjarh dari lantai lima dan membawa Yuli kesebuah masalah baru.
Itu juga kemungkinan. Riki keluar dari ruangan sidang. Sambil di jalan, pikirannya bergulat kesebuah benda yang mungkin bisa membuatnya menyimpulkan sebuah kebenaran.
Walau benda itu bukanlah benda yang kuat untuk membuktikan kebenaran. Paling tidak apa yang di katakana Yuli padanya adalah sebuah kebenaran.
Sepulang dari persidangan Riki menuju kantor Yuli, dia meminta izin untuk memeriksa ruangan Yuli untuk yang terakhir kalinya. Tempat sampah yang ada di ruangan itu di bongkarnya tapi benda itu tidak ditemukannya.
Dengan putus asa Riki keluar dari ruangan sambil menyalakan rokok terkhir yang ada di dalam kotak rokoknya. tepat di depan lift seseorang menegur Riki atas rokok yang sedang di isapnya. Rokok di tekan oleh Riki pada tutup tempat sampah yang terbuat dari besi itu, memasukkan puting tadi ke dalam kotak rokok yang kosong dan membuangnya di tempat sampah tadi.
Beberapa detik kemudian pintu lift terbuka, Riki pun turun menuju lantai dasar. Di dalam lift, Riki bertanya pada dirinya sendiri. Di mana alat tes kehamilan itu di buangnya, mengapa tak ada di dalam bak sampah di ruang kerjanya. Apa dia berbohong padaku?.
Tak ada yang tahu apa kebenaran dari semua itu. Hingga kotak rokok yang berada di dalam bak sampah yang ada di samping lift itu pun hanya bisa bisu berdampingan dengan sebuah alat tes kehamilan yang tertumpuk kertas-kertas yang sudah tak terpakai lagi.[]
____________
NB: Terima kasih
sudah membaca.
Apa kesimpulan anda?
___________________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah membaca dan memberikan komentar!