3 Jul 2011

[Hendera] BAB 3 / Bohong itu Dosa dan sulit

Ku ibaratkan lagi diriku ini seperti orang tenggelam yang memang sudah tenggelam, tinggal menunggu detik-detiknya saja akan kehabisan oksigen dan mati. Yah, seperti yang sedang ku pikirkan saat ini malaikat pencabut nyawa nongkrong terus disampingku sambil berucap.
“Hai bung, kamu siap gak mati?.”
Andai aku bisa menjawabnya mungkin aku akan bilang begini “Ah, santai aja dulu bang, kita merokok dulu biar tidak terasa tegang.”
 Tapi apalah daya si malaikat pasti akan menjawab ucapanku tadi dengan wajah menyeramkan “Merokok katamu—maaf ya saya ada riwayat asma—.”
Ya Tuhan ada-ada saja yang tidak-tidak dalam pikiran ini, sudah tahu sakit hati malah mikirin hal-hal yang tidak jelas. Tapi kalau dipikir-pikir kasian juga si malaikat kalau dia dikasih rokok bisa dia yang mati duluan—ah, emang malaikat bisa mati ya?—serasa goblok sendiri diriku ini.
Setelah aku mencoba menenangkan diri dan mencoba melupakan semua tentang malaikat pencabutnyawa maka aku pun kembali kepemikiran rasional tentang dunia nyata yang sedang ku alami hari ini. Aku yang bodoh, aku yang lemah, aku yang ditinggalkan tanpa alasan yang jelas. Benar-benar menyedihkan.
Hari ini aku menghubungi sahabat-sahabatku, meminta bantuan darurat pada mereka untuk menyelesaikan semua yang memang harus diselesaiakan. Yoga, Joko, Ikbal dan Radit inilah anggota-anggota keluargaku yang tidak se-Ayah dan tidak se-Ibu, tidak serumah tidak juga sekomplek dan satu hal lagi kami tidak sekamar mandi, walau terkadang mereka terutama si Radit yang sering nginap dan numpang mandi di rumahku. tapi tak apa lah. Kasian juga si Radit diantara kami berlima dialah yang hingga sekarang masih tinggal bersama orangtuannya—yah, kayak anak kesayangan maminya gitu.
Inilah dimana hari benar-benar terasa melelahkan, terasa menguras tenaga dan juga pikiran, jika disamakan hari ini seperti hari dimana ulanga ujian nasional berlangsung dan matapelajarannya adalah matematika. Sudah soalnya ada 30 soal, semuanya harus menghitung, tidak boleh menggunakan kalkulator dan harus selesai dalam waktu 1 jam penuh. Jika dipikir dengan akal sehat—gila ya pemerintah menganggap semua siswa di Indonesia ini cerdas dan bisa mengerjakan semua soal itu dalam waktu yang singkat dengan soal yang banyak. Jika di kritik pasti jawabannya sepele “Tenang aja bung, kan soalnya pilihan ganda!.”
“Benar-benar gak punya otak ya, apa sih bedanya pilihan ganda dan mengisi titik-titik?. Kan keduanya sama-sama menghitung. Emanganya kamu mau nilai kamu hanya kamu peruntungkan dengan menghitung kancing baju yang sudah mendekatkan diri ke hal-hal yang berbau sirik!” wah kok aku jadi emosi gini ya???.
Karena waktu dan hari yang semakin cepat dan semakin dekat maka kami pun membagi-bagi tugas untuk menghubungi orang-orang yang memang sudah terlanjur mendapatkan undangan.
Jika ditanya bagaimana caranya mengucapkan kalaimat “Maaf acara penikahan tidak jadi dilaksanakan” bagaiaman ya?!. Jawabannya adalah mari perhatikan cara kami melakukannya. Apa yang aku sajikan dibawah ini hanyalah salah satu dari beberapa orang yang kami telpon, ibaratnya inilah orang-orang terpilih yang terbaik dan paling terbaik dan paling terbaik karena paling dan paling susah diberitahu karena mereka membuat kami sempat kewalahan dalam menjawab beberapa pertanyaan yang bertubi-tubi.
Berikut ini cara Radit :
Orang yang sempat membuat Radit kewalahan adalah kariyawan dari sebuah butik tempat aku memesan pakaian pengantin.
“Halo bisa bicara dengan orang yang punya butik.”
“Maaf ya mas ini siapa, apa anda sudah buat janji dengan beliau?.”
“Walah harus bikin janji dulu ya?.”
“Iya mas karena beliau banyak kegiatan seperti : menghias pengantin, merancang busanan pengantin, mengurus pelaminan, mencari tempat-tempat untuk poto praweding dan—.”
“Iya, iya saya tahu—tapi apa beliau itu ada disana sekarang. Ini penting dan darurat mbak!.”
“Wah sayang sekali mas anda tidak beruntung, beliau baru saja pergi keluar tadi.”
“Kenapa gak bilang dari tadi aja mbak—karena bosnya si mbak, eh tunggu dulu nama bos mbak itu ibu siapa sih?.”
“Maaf mas bos saya laki-laki.”
“Yah terserahdeh. Pasti banci. Laki kek, perempuan kek saya gak mikirin, yang ingin saya sampaikan adalah teman saya yang memesan baju beberapa bulan yang lalu gak jadi mesan mbak”
“Kok gitu sih, atas nama siapa mas?.”
“Atas nama Hendera Arianti.”
“Hendera Arianti—teman mas ini laki apa perempuan sih—wah gak bisa dibatalin mas, bajunya udah selesai dan tinggal di ambil saja.”
“Kalau sudah selesai dan tidak bisa dikembalikan lagi ya sudah mbak saya jual lagi deh sama butik tempat mbak bekerja.”
“Wah gak bisa gitu dong mas, kan kalau sudah mesan harus dibayar sisanya dan diambil bajunya!,”
“Aduh mbak bukannya saya gak mau ngambil itu baju soalnya yang mau menikah itukan teman saya bukan saya.”
“Nah kalau gitu suruh aja teman mas yang bayar dan ngambil.”
“Mbak serius nih—teman saya yang mau menikah itu batal mbak karena dia meninggal kelindas truk kemaren malam.”
………………..
Kalau ku piker si Radit tega banget, aku disebutnya kelindas truk hingga mati, tapi ya sudah lah yang terpenting misi terselesaikan. Rela aja dianggap mati asal jangan mati beneran.
Lain Radit lain lagi cara  si Yoga. Kalau si Yoga orangnya gak ribet-ribet banget sih tapi kalau udah marah mengerikan jika diibaratkan ya gak jauh beda sih dengan singa yang mengaung akibat ekornya kejepit jepitan tikus.
Berikut cara Yoga :
Kebetulan saat itu Yoga menghubungi Yuli teman lamaku yang tinggal di malaysia. Nah karena yang dihadapai oleh Yoga adalah perempuan maka sipat pemarahnya itu jadi hilang, untuk lebih jelasnya ayo kita lihat bersama.
“Halo ini siapa ya?.”
“Hay, maaf ya aku temannya Hendera.”
“Ada apa ya mas?.”
“Ah, jangan panggil saya mas dong—serasa tua banget nih, panggil saya Yoga aja kan lebih terasa akrab.”
“Ya, ada apa Mas Yoga?.”
“Tu kan masih ada masnya, santai aja Yul, panggil aja aku Yoga, siapa tahu nanti kita bisa ketemu dan jadi teman akrab.”
Stop dulu. Wah saya cepetin ajan ya, terasa bertele-tele dan membuang-buang waktu. Masak masalah panggilan aja di permasalahkan segitu panjangnya. Okey aku potong aja bagian ini, langsung ke intinya aja ya.
“Ini masalah undangan pernikahannya Hendera—Acaranya dibatalkan—.”
“Kok bisa sih, emanganya kenapa mas—eh, maksud saya Yoga.”
“Wah sebenarnya gak enak aku menyampaikan ini tapi karena Hendera gak akan sanggup mengatakan ini pada kamu jadi terpaksa aku yang memberi tahu hal ini,”
“Kenapa?.”
“Apanya yang kenapa?.”
“Itu si Henderanya, kenapa dengan dia.”
“Calon istrinya diculik orang!.”
“Ah, yang bener nih?—pasti bercanda nih!.”
Stop lagi ya. Karena setelah bagian ini yang tersisa hanyalah bagian-bagian gombal dan rayuan belaka, gak ada yang penting. Rasa semakin sakit hatiku jika dengan si Yoga mulai merayu-rayu, gak bisa selesai-selesai, bisa berminggu-minggu bahkan bertahun-tahun. Anda boleh percaya atau tidak setelah hari itu Yoga jadi sering menelpon Yuli, inti dari telpon itu hanylah rayuan. Yang penting urusanku beres mau dia merayu dengan gaya 69 atau dengan gaya jungkir balik dan salto sekalipun aku gak akan menegurnya. Yang aku doakan adalah semoga dia tidak mengalami apa yang aku alami.
Jadi sedih ya jika mengingat kembali apa yang sedang terjadi pada diriku ini. Pertama ditinggal oleh pasangan yang merupakan bekas calon mantan yang hampir menjadi istriku dan kedua adalah aku harus mengajak saudara-saudaraku yang tidak se-Ayah dan tidak se-Ibu, tidak serumah tidak juga sekomplek ini untuk berbohong kepada orang-orang agar bisa memberitahu orang-orang bahwa pernikahanku tidak jadi dilaksanakan.
Ternyata berbohong itu sangat susah ya. Selain susah juga ada bonusnya yaitu dosa. Ah, hari ini bikin dosa, besok mau nyiapin buat bertaubat aja deh. Jadi takut kalau mikirin tentang taubat—jadi kepikiran malaikat lagi dan sepertinya yang kali ini malaikatnya gak ada riwayat asmanya tapi—mengidap kencing manis!.[]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih sudah membaca dan memberikan komentar!