11 Jul 2011

Tersangka N tidak tertangkap tapi di temukan mati di Pakistan

____________________
Kamis, 7 Juli 2011
RS Mochtar Riyadi Comprehensive Cancer Center
Sosok lelaki itu jadi perhatian semua orang yang hadir. Jas berwarna biru malam menutupi kemeja putih yang di kenakannya, dasi merah hati melingkar di kerah kemeja yang rapi lalu menjulur ke bawah di balik jas yang terkancing elegan.
Bahasa yang dikeluarkannya terasa santai tapi penuh wibawa, hari itu dia berdiri di depan banyak orang untuk meresmikan RS MECCC, dan kata-katanya mengema di ruang yang membisu karena semua ingin mendengarkan.
Komentarnya tentang mayoritas banyaknya warga Negara Indonesia yang berobat ke luar negri, di mana setiap tahunya sekitar 600.000 orang berobat ke luar Negri, dan jika di hitung-hitung jumlah uang yang di gunakan kurang lebih 1,2 miliar dollar AS. komentar itu sebenarnya menimbulkan sebuah pemikiran beberapa orang ke lain hal yang berkaitan dengan prihal berobat ke luar negri.
“Kalau saudara kita gemarnya sedikit-sedikit berobat keluar negri, tentu yang untung luar negri, bukan bangsa kita. Tapi tentu kita tak bisa melarang. Saya tak boleh mengeluarkan keppres yang melarang warga Negara berobat ke luar negri.”
Sang penutur diam sejenak, menerawang kesekitar, melihat respon yang muncul di raut-raut yang memang sulit untuk ditebak. Dia sadar perkataannya itu pastilah menimbulkan penilin orang-orang akan sesosok seseorang yang juga sedang bergulat dalam benaknya.
Sosok yang memang lagi hangat dibicarakan oleh semua orang, yang banyak menimbulkan tanda tanya, yang mana juga keberadaannya masih berupa tanda kutip bahwa dia sedang berada di Singapura untuk urusan berobat?.
Setelah helaan resah itu berusaha disembunyikannya akhirnya dia melanjutkan kata-katanya.
*
Singapura, Siang hari 13.23
Status yang telah berubah menjadi tersangka membuat sosok itu semakin menjadi pembicaraan terpopuler di Indonesia. Belum lagi akun twitter-nya yang sangat heboh di mana nyanyian-nyanyian yang di lancarkannya sering kali membuat banyak pihak semakin gerah.
Memang benar jika sesuatu yang seharusnya di selesaikan di depan hukum akan tetapi di paparkan dalam forum yang tidak tepat seperti twiiter. Akan tetapi mengapa hal itu bisa terjadi, pastilah ada alasan untuk itu. Atau mungkin hukum di Indonesia yang memang sering kali tercoreng oleh uang yang seolah hukum bisa dibeli, yang kaya bisa hidup tanpa hukum dan yang miskin harus jadi tersangka tanpa berbuat sebuah kejahatan.
kacamata hitam yang sejak tadi menutupi kedua bolamata kini dilepas lalu diletakkan di atas meja putih, Angin terasa menyegarkan, beberapa orang turis juga terlihat lewat, beberapa dari mereka membawa kamera, mengambil gambar di depan patung ber kepala singa tapi memiliki sebagain tubuh seperti ikan. Air yang mengalir deras dari mulut patung itu tidak pernah berhenti.
Langkah sepatu lain berhenti di depan lelaki yang tadi melepas kacamata. Senyum terlihat dari balik bibirnya yang tadinya terselipkan rokok keretek yang di dapatnya dari Indonesia, rokok yang memang memiliki rasa original bagi si pengisap.
Lelaki yang baru datang tadi duduk sambil bersandar santai.“Bagaimana kabar N?,” tanyanya.
Lelaki yang menjadi lawan bicaranya tadi menekan ujung rokok ke asbak, kemudian mulai membuka mulut. “Masih sama, cukup melelahkanku untuk mengikuti keberadaannya. Dia suka jalan-jalan.”
“Kau tahu bahwa statusnya sudah mejadi tersangka?.”
“Sebelumnya aku juga sudah menebaknya akan jadi seperti itu, tapi status itu terasa sebuah keterlambatan, sebelum status itu kelur pun N sudah memulai tour perjalanannya.”
 “Tapi kasus ini sudah mulai merambah ke pada Interpol. Kemungkinan tertangkap akan lebih besar,” nada kali ini terdengar gelisah.
Tawa terdengar pecah. “Kau tenang saja, para pimpinan sudah punya skenario yang hebat agar bisa membuat N selamat, selamat tetapi tak lepas dari pengawasan kita — kadang politik itu sulit untuk di mengerti, tapi itulah politik yang kuat yang bisa bertahan.”
“Setelah jalan-jalan ke China, Thailand, Filipina, Malaysa serta Singapura. Sekarang dia berada di mana?.”
Tanpa memberikan jawban yang di inginkan oleh lawan bicaranya. lelaki tadi kembali memasang kacamatanya. “Sore ini aku akan berangkat menyusulnya. Bagaimana soal uangku?.”
Dari balik jas sebuah amplop coklat dikeluarkan.
“Huh, mengapa tidak lewat bank saja, padahal jauh lebih mudah.”
Sambil menyerahkan amplop yang ternyata berisi uang itu dia memberikan komentar. “Pimpinan tak mau, lewat bank akan lebih mudah dilacak karena meninggalkan sebuah jejak.”
Dan pertemuan singkat itu berkahir. Tapi ketika mereka berdua melangkah saling berlawanan, lelaki yang mengenakan kacamata berpaling sambil memanggil lawan bicaranya tadi.
“Aku ke Pakistan—,” tersenyum dan berpaling kembali melangkah.
*
Menghindar dengan alasan berobat ke Singapura seolah itu membuat aparat penagak hukum terlihat lemah dengan sangat santainya mengulur-ngulur waktu, mengisi bagian-bagian itu dengan banyak kesimpulan dan spekulasi yang sebenarnya tidak memiliki hasil apa-apa. Dan keterlambatan pun jadi hasil yang harus disesali oleh banyak orang dari berbagai kalangan.
Sosok yang telah di tetapkan menjadi tersangka itu menghilang bagai debu tersapu angin sepoy-sepoy, sehingga tak banyak yang sadar atas kepergian itu. Kecuali setelah Juru Bicara Kementrin Luar Negri Singapura mengatakan bahwa tersangka sudah tidak lagi berada di Singapura sebelum ada perintah penangkapan untuk status tersangka tadi.
Hingga sebuah kesimpulan di ambil oleh seorang pengamat yang memang merasakan kejanggalan dari apa yang sedang terjadi.
“Anda bayangkan, bagaimana bisa salah ucap untuk buru tersangka dan pulangkan dari Singapura, tetapi beberapa hari berikitnya, tiba-tiba Juru Bicara Kementrian Luar Negri Singapura mengatakan bahwa tersangka sudah keluar dari negaranya, jauh sebelum ada ucapan pernyataan perintah tadi. Nah apa kerjanya intelijen kita? kan aneh. Walaupun, misalkan intelijen sudah bekerja, berarti pernyataan itu hanya sebagai pencitraan saja.”
*
Beberapa bulan kemudian
Peredam suara sudah di pasang di ujung senjata yang kemudian disembunyikan di balik jaket kulit hitam. Kacamata tak pernah lupa untuk dikenakannya. Pesan penghapusan sudah di dapatnya beberapa jam yang lalu.
Entah mengapa penghapusan itu dilakukan. Mungkin karena N sudah tidak dibutuhkan lagi, atau mungkin dia sudah terlalu berbahaya jika dibiarkan, berarti skenario pengalihan ini sudah berhasil, Jika N saja di hapus maka aku juga akan di incar agar tidak menjadi masalah baru dikemudian hari. Aku harus hati-hati. Sambil bersiap-siap kata-kata itu menggema di pikirannya.
Pintu ditutupnya pelan, lalau dia bergerak menelusur lorong hotel yang masih sepi. Hanya berjarak beberapa kamar dari kamarnya berada, langkahnya berhenti.
Sebuah pintu kamar diketuknya, beberapa menit kemudian pintu dibuka dan wajah itu tersenyum kearahnya. Masuk dan duduk di shopa menghadap ke kaca jendela tertutup gorden transparan.
“Kapan kau akan pulang?,” tanya lelaki berkacamata.
“Entahlah. Sudut untuk itu masih belum aku temukan.”
“Sepertinya kau memang tak akan pulang lagi ke Negaramu.”
Senyum itu terlihat terpaksa, tapi tak mau mengeluarkan sebuah komentar atas pernyataan tadi.
Suara letusan pelan pun hampir tak terdengar, di atas shopa itu wajah lelaki yang di cari-cari di Negrinya itu diam bisu tak bicara, tak bernafas. Darah sudah mengalir di balik lubang yang terbentuk tepat di antara kedua keningnya.
“Memang tak bisa pulang,” ucapnya sambil menyalakan sebatang rokok dan meletakkannya di dalam asbak, asap rokok dibiarkan menarik di depan mayat yang tergeletak.
ketika ingin pergi meningglkan kamar dia terhenti di depan pintu, saring tangan hitam yang dikenakannya mencengkram jari-jarinya, berpikir sejenak lalu berpaling dan membuka pintu.
bru beberapa detik pintu dibukanya, beberapa peluru menembus tubuhnya. Sekawanan orang mengunakan pakaian serba hitam dengan pelindung wajah berlarian dari ujung lorong mendekat kearahnya. Dan dalam sisa waktu yang dimilikinya dia hanya bisa meneteskan airmata di balik kacamata hitamnya.
*
Berita hari ini . . . .  . .  .  .
Tersangka yang di cari-cari selama in telah di temukan di sebuah kamar hotel di Pakistan, akan tetapi tersangka di temukan dalam keadaan telah meninggal dunia. Untuk saat ini disimpulkan bahwa tersangka meninggal bunuh diri akibat setres karena pikiran berat yang sedang si hadapinya. . . . . . . .
***
___________________
Beberapa fakta dalam cerpen ini di dapat penulis dari Kompas.com dan juga TV serta Koran.
__________________
NB : Untuk sahabatku yang sangat ingin aku menulis cerita ini, hanya ini yang aku bisa, semoga terhibur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih sudah membaca dan memberikan komentar!