18 Agu 2011

Alf : Kacamata beruntung & tidak beruntung


Kuno, tidak banyak bicara, tidak suka bergaul, suka menyendiri, suka menggunakan kacamata (karena punya banyak koleksi kacamata), rambut tidak pernah disisir karena sudah terlindungi oleh topi bundar kesukaanku, tapi walaupun begitu aku tetap menggunakan minyak rambut, menggunakan celana panjang hitam dengan baju kaos hitam tanpa motif, bertemankan sebatang coklat yang memang selalu ada di dalam tas kecil yang selalu ku sandang.
Catatan rekor terbaikku adalah selalu gagal dalam urusan percintaan karena hubungan paling lama yang pernah terjalin dengan seorang perempuan hanyalah selama 5 hari saja (tidak sampai 1 minggu). Suka menulis dan berkhayal, suka baca buku, suka nonton ke bioskop (sendiri), suka makan gorengan, suka es krim, suka kopi, suka melukis dan juga suka musik jazz.

Karena dalam hidup biasanya banyak yang juga tidak disukai maka di sini aku juga akan memberitahukan bahwa banyak sekali yang tidak aku sukai, tidak suka makan durian, tidak suka bubur, tidak suka serabi, tidak suka pentol, tidak suka merokok, tidak suka warna yang mencolok, tidak suka binatang, tidak suka berkata bohong, tidak suka saling tatap mata, tidak suka di bohongi (walaupun sering di bohongi) dan banyak lagi yang tidak aku sukai.
Kacamata hitam :
Ini salah satu dari 10 kacamata yang suka aku gunakan, selain warnanya yang gelap yang melindungi aku dari sinar matahari yang menyilaukan, dari balik kacamata ini juga aku bisa memperhatikan sekitarku tanpa ada orang yang menyadarinya (ah, walau aku tidak pakai kacamata pun tidak ada yang perduli ya),
Inilah cerita kesalahpahaman yang terjadi karena kacamata hitam, waktu itu aku sedang duduk di sebuah tempat makan siap saji. Seperti hariku biasanya, dan juga karena tempat itu adalah tempat yang selalu ku datangi setiap harinya, maka tanpa memesan pun burger dan kopi selalu di sediakan untukku dengan sebatang coklat sebagai makanan penutup.
Kebetulan hari itu pengunjung ramai daripada biasanya, hingga semua bangku penuh, kecuali bangku tempatku duduk, ya mungkin karena aku terlihat kuno jadi tidak ada yang mau duduk di hadapanku. Tapi kesimpulanku itu ternyata salah malah hari itu dua orang perempuan cantik dan sexy duduk di depanku (kami tidak bicara).
Inilah kesalah kacamata hitam terjadi, aku yang memang suka memperhatikan semua orang yang ada di sekitarku diam menatap lurus dengan bola mata mulai memperhatikan setiap orang yang ada, dari sekian banyak orang di situ aku bisa menebak beberapa orang yang kukenal sebelumnya (maksudnya pernah ku lihat dan mereka tidak mengenaliku). Ada laki-laki yang memegang tangan seorang perempuan, padahal aku tahu laki-laki itu sudah punya istri, karena aku pernah bertemu dengannya di bioskop, dia bersama istri dan dua anaknya yang masih kecil, menurut analisaku dari wajahnya dan kata-katanya yang suka membual aku bisa menebak dia sedang berselingkuh.
Terus aku juga melihat seorang bapak-bapak dengan seorang gadis muda dengan wajah cemberut yang menurut penilaianku si anak tidak suka dengan bapaknya karena aku pernah lewat di depan rumahnya saat pacarnya di puku oleh bapaknya saat mengantarkan dia pulang.
Lalu ketika mataku bergerak kearah perempuan yang ada di depanku aku terkejud, dia malah bicara padaku.
“Hai, suka kesini ya?,” tanyanya sambil tersenyum.
Aku tak bersuara tapi mengangguk saja, dari balik kaca mataku aku memperhatikan dirinya dengan keseluruhan, wajahnya cantik, rambutnya juga tidak palsu (hasil salon maksudnya), tapi pakaiannya itu benar-benar sexy, saking sexynya dia lupa mengancing kancing bagian tengah bajunya sehingga brahnya kelihatan, brah berwarna coklat muda dengan sedikit renda membuat aku meneguk liur berkali-kali.
Dia terus saja bicara tanpa aku dengarkan, terus ketika dia berhenti aku langsung bilang, “Maaf mbak kacing bajunya kebuka tuh, brahnya kelihatan.”
Aku tak menyangka kata-kata jujurku itu membuat wajahku meraskan tamparan yang begitu kuat hingga kacamata hitam kesukaanku terjatuh kelantai.
“Jadi dari tadi kamu ngintip payudaraku ya, dasar bajingan kamu,” lalu dia pergi bersama temannya, semua orang menatap kearahku, aku sih santai saja, ku pungut kacamata hitamku, ku pakai lalu aku melanjutkan makanku, aku bisa melihat pelayan perempuan yang berdiri di ujung ruangan itu tersenyum, entah senyum itu memiliki arti apa, tapi aku bingung saja apakah ada yang salah dengan kata-kataku tadi?, ah, ku rasa itu kata-kata jujur dan normal (menurutku).
Kacamata merah :
Ini juga kacamata kesukaanku, memiliki lensa merah, tapi jangan salah walau lensanya terlihat merah penglihatanku tidak merah lo, hari itu aku sedang bersantai di siring kota sambil menikmati sebatang coklat.
Nah di sinilah aku bertemu dengan seorang perempuan yang sekarang aku panggir Lis, sebenarnya namanya Lisnawati dan teman-temannya sering memanggilnya Wati tapi bagiku wati terasa kampungan dan aku ganti menjadi Lis dan saat aku menyampaikan pendapatku itu dia juga tidak marah, malah katanya itu hakku untuk menilai sesuatu terhadap orang lain, Lis adalah pelayan perempuan yang tersenyum di tempat makan siap saji tempo hari.
Entah karena aku selalu memiliki gaya tarik yang memikat karena wajahku yang sering di pitnah tidak tampan ini, padahal sekali pun aku tidak pernah mengaku tampan, sehingga lumayan banyak perempuan yang berusaha mendekatiku contohnya anak kost sebelah yang setiap aku berangkat dan datang kerja dia selalu duduk di dekat pagar dan menyapa aku, walau aku tak kenal siapa namanya. Tapi dari semua itu juga banyak perempuan yang mengenalku pergi meninggalkanku karena kekasaranku dalam berkata-kata (itu menurut mereka).
Sere itu pun Lis yang mendekatiku, awalnya dia berjalan dengan seorang laki-laki, yang pertamanya ku kira adalah pacarnya karena aku sering melihat laki-laki itu menjemputnya di tempat kerjanya.
“Lagi sendirian,” tanya Lis padaku.
Seperti biasanya aku tidak menjawab aku hanya tersenyum.
“Aku tidak mengganggukan?,” tanyanya lagi.
“Ah, tidak apa-apa, ini kan tempat umum, siapa saja boleh duduk di sini,” ucapku sambil menggigit coklat batangan, “ Mau coklat,” aku menawarkan.
Dia malah tersenyum, “Kamu ingat aku?,” tanyanya lagi.
Kali ini aku menoleh kearahnya sambil tersenyum, “Kau pelayan yang ada di rumah makan siap saji itukan, yang suka berdiri di pojok ruangan menunggu pesanan, dan ketika sore jam kerjamu sudah habis akan ada seorang laki-laki yang menjemputmu pulang, yaitu laki-laki yang tadi jalan bersamamu, dan kamu juga kan yang sering membuatkan pesananku tanpa ku pesan, burger, kopi dan coklat, dan menurut pengamatanku laki-laki itu bukan saudaramu, tapi lebih ke teman dekat karena setiap kali dia menjemputmu dan memboncengmu pulang kau selalu memeluknya dari belakang, namamu Lisnawati seperti yang terpasang di papan namamu, dan orang-orang memanggilmu Wati, tapi aku lebih suka memanggilmu Lis.”
Lis terdiam mendenagk ucapanku yang begitu panjang, “Kau memperhatikanku?,” tanyanya sambil tersenyum.
Stop dulu, dia tersenyum (tolong garis bawahi : tersenyum) ku rasa ini rekor baruku, “Tidak juga hannya saja kebetulan melihatmu saja.”
“Ku rasa kau itu terlihat aneh.”
“Ku rasa kau adalah orang ke 100 yang bilang begitu,” aku tertawa.
“Kau banyak punya kacamata, ku lihat kacamatamu ganti terus?.”
Kali ini aku tersenyum, “Kau memperhatikanku.”
“Tidak juga hannya saja kebetulan melihatmu saja.”
Kami pun mulai akrab dan tertawa bersama. untunglah kekasihnya tidak ada waktu itu karena ada keperluan mendeasak tapi menurutku kacamata merah seakan membawa keberuntungan dan sejak hari itu kami lebih sering bicara banyak hal yang mengejutkan.
Dari dua cerita ku itu aku bisa mengambil kesimpulan bahwa, kacamata berlensa merah lebih bagus daripada yang berlensa hitam, jika anda tidak percaya coba saja buktikan, tapi hingga hari ini pun aku masih saja menggunakan 10 kacamataku secara bergantian. Salam saya penikmat kacamata, kopi dan coklat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih sudah membaca dan memberikan komentar!