18 Agu 2011

Diana, Di Balik Jendela Kaca


Daun-daun kering yang berserakan di rumah tua, yang berasal dari pohon akasia besar di depan rumah tepatnya di depan jendela kaca. Jendela kaca itu masih tertutup rapat, lama dan tak pernah dibuka. Jendela kaca itu kaya akan debu tebal yang di bawa oleh angin kencang yang sering melanda tempat itu. Dan bekas telapak tangan masih sama seperti 3 tahun yang lalu di mana bekas telapak tangan itu juga sering menghiasi jendela kaca tersebut.
Selama berbulan-bulan angin membawa debu lagi, menambah tebal debu pada jendela kaca, menutupi bekas telapak tangan yang mulai mengabur. Hingga suatu malam bekas telapak tangan itu pergi serta menghilang.

Dan di sisa kesunyian yang melanda jendela kaca. Maka dalam pergerakan lambat dan halus bagaikan embun yang perlahan menghilang di pagi hari. Tanpa ada satu orang pun manusia yang lewat menyadarinya, sebuah bekas telapak tangan kembali muncul, muncul berkali-kali hingga memenuhi bagian dari kaca jendela kaca.
.
Diana meloncat dari pagar rumahnya, menuju halaman rumah sebelah yang sunyi tanpa penghuni. Ketika langkahnya mencapai anak tangga yang dirindangi oleh dedaunan akasia. Dia terhenti, berpaling mengawasi wilayah sekitar yang masih terasa asing di matanya.
Langkahnya berlanjut menuju ke arah jendela kaca yang dipenuhi oleh bekas telapak tangan. Perlahan di gerakkan oleh Diana tangannya, menyentuh bekas telapak tangan tadi, menyatukan telapak tangannya dengan bekas telapak tangan tadi hingga beberapa menit kedepan mata batinnya mengulang sebuah kejadian dalam penglihatan dan ingatannya.
Di saat sunyi ingin menjemput senja, dedauanan akasia mulai gugur menyentuh kulis lembut tubuh Diana yang terbaring pingsan di depan jendela kaca. Dan perlahan bekas telapak tangan yang ada di jendela kaca menghilang tersapu malam.
.
“Ayah . . .”
Tubuh mungil itu terhemas ke jendela kaca. Darah keluar dari kedua lubang hidungnya, mengalir ke jendela kaca, hingga beberapa jam kemudian mongering dengan sendirinya.
“Ayah . . .”
Tubuh mungil itu di seret ke atas tempat tidur di depan jendela kaca. Lalu lelaki tua itu melepas pakaiannya, dan juga sambil sesekali melancarkan pukulan keras penuh hawa nafsu. Tubuh gempal itu menindih tubuh mungil, menekannya dengan sangat keras, hingga desahan penuh siksa merintih dari mulut yang akhirnya sunyi ketika di sumpal dengan kemaluan yang menegang.
Ketika tubuh gempal tadi terbaring kehabisan tenaga, sosok mungil tadi hanya bisa menangis di depan jendela kaca sambil memegang kaca jendela dan memimpikan kebebasan.
“Ayah . . .”
Tak ada lagi jawaban untuk panggilan itu, karena saat itu di tengah ruangan yang menjadikan jendela kaca sebagai saksi bisu yang tak bisa berbohong, sesosok lelaki gempal tanpa busana terkapar dengan bekas luka di kepala dan sebuah pas bunga kertas pecah berhambur di samping kepala penuh darah.
.
“Diana!,” panggil seorang lelaki tua yang berjalan menghampiri gadis remaja yang berdiri di depan pagar rumah denga jendela kaca yang menatap tajam.
“Iya Ayah . . .”
“Kau jangan keluar dulu, kau masih lemah, istirahat saja dulu, Ayah takut kau pingsan seperti kemaren di depan rumah kosong itu.”
.
Postscript :
Namanya Diana, umur 12 tahun dia telah membunuh Ayahnya, sedangkan Ibunya di bunuh sang Ayah tanpa sebab yang jelas. Setelah kematian sang Ayah, Diana di masukkan ke dalam rumah sakit jiwa selama 2 tahun kemudian setelah di anggap sudah kembali normal kejiwaannya dia di asuh di sebuah pantiasuhan. 3 orang temannya di pantiasuhan dibunuh tanpa bisa di identifikasi pembunuhnya, 3 orang itu mati dalam keadaan tanpa kedua bola mata. 3 tahun kemudian sebuah keluarga mengadopsi Diana, dan kehidupan Diana memasuki tahap baru, hingga hari ini pun Diana masih di bayangi oleh kejadian di masa lalunya.
.
Diana berpaling dan berjalan bersama Ayahnya, sambil sesekali menoleh kearah jende kaca yang ada di depan pohon akasia. Saat Diana dan Ayahnya hampir mencapai sisi pagar rumah dan terhalang dengan jendela kaca, mata Diana menegang. Sesosok bocah berdiri dari dalam jendela kaca menyentuhkan telapak tangannya pada jendela kaca sambil memandang ke arah Diana dengan sangat tajam. Di samping bocah tadi seorang laki-laki berbadan gempal berdiri dengan wajah menyeramkan dan tak lama kemudian memeprlihatkan sebuah senyuman.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih sudah membaca dan memberikan komentar!