21 Agu 2011

My Name is Robert Downey Jr #1 dari 3


[Cerita ini terbagi atas 3 bagian]
{Bagian 1}
“Aku melangkah bukan tanpa alasan, aku meninggalkan bukan tanpa sebab yang jelas, aku melakukan ini karena rasa kerinduanku.”
Kaki-kaki bayangan
Luka gores yang ada di wajah bagian kanan memang sering terasa perih, tapi rasa perih hati jauh lebih dari rasa perih di wajah yang lambat-laun akan menghilang juga, bahkan sampai mati rasa perih itu akan terus saja terasa.
Robert meletakkan ranselnya di samping kaki, menyandarkan diri ke dinding trowongan yang sunyi, meratapi ke hampaan hati yang berdetak naik turun. Sebuah mobil melintas cepat menjauh dan menghilang di ujung terowongan yang benderang. Cukup lama Robert memandangi ujung terowongan dan ketika kemauan itu tidak hanya berupa deskriptif belaka, tapakan kaki membentuk alunan nada yang tidak beraturan. Di mana aku telah hilang. Ucapnya meyakinkan dirinya sendiri.

Robert menuju ketengah jalan, dan saat dia sudah semakin dekat dengan ujung terowongan cahaya yang dilihatnya perlahan memudar, dan suara melengking, memecah keheningan terowongan, mobil truk kuning besar melaju kearahnya, ketika Robert menoleh kebelakang sebuah mobil sedan hitam juga melaju kearahnya, dalam hitungan detik-detik yang melambat, Robert bisa melihat tatapan matanya sendiri, yang sedang beralih pada sosok perempuan yang ada di sebelahnya. Pertengkaran di dalam mobil.
Robert berlari kesamping jalan, meloncat untuk menghindar, tabrakan keras terjadi dalam beberapa senti dari wajahnya, mobil sedan menghantap dinding terowongan dan terbalik, sedangkan truk yang berhenti dengan perlahan condong kekiri dan terdansar ke aspal yang terkikis besi, percikan api menghiasi terowongan yang sunyi.
Robert bangkit perlahan sambil memungut tasnya dan saat dia menjenguk kebawah kearah mobil sedan yang terbalik, dia melihat darah, dia melihat kedua bola mata yang melotot tak lagi bergerak. Perlahan semuanya memutih dan sirna menjadi langit-langit rumah yang abu-abu.
“Sayang………,” ucap Robert mencari-cari istrinya, suara air tumpah di dalam kamar mandi membuat senyum di wajahnya mengembang, dia melangkah menuju kearah pintu kamar mandi yang tidak tertutup, keran yang masih terbuka menimbulkan suara air tumpah, dan dengan resah di tutupnya air keran yang terus saja mengalir.
Ketika Robert keluar dari kamar mandi, dia mendapati tubuh sexy dengan pakaian dalam berenda sedang duduk di atas tempat tidur menunggu dirinya dengan seberkas senyum, dengan wajah malu-malu Robert mendekat dan duduk di sebelah Amy.
Tidak menyentuhnya, tidak mengajaknya bicara, karena perlahan bayangan itu menghilang, menyisakan kesendirian yang memuruk dalam. Suara dari luar kamar menarik minat Robert untuk memeriksa. Hingga tatapan mata merah membasahi bagian bumi yang menarik segala benda dengan gaya gravitasinya.
Wajah si kecil Arya yang lugu sedang asik memperhatikan setiap tuls yang di tekannya, di atas piano klasik itu terdapat sebotol minuman dan sebuah gelas kaca yang kosong. Suara air di tuang dari botol kegelas, seirama dengan alunan piano yang putus-putus. Tegukkan pertama……….tegukkan kedua……., perlahan Robert meletakkan gelas kaca ke posisi semula dan dia duduk di bangku di depan piano, menyatu dengan bayangan Arya yang menghilang, dan jemari-jemari Robert membasuh rindu.
Di depan cermin Robert memandangi dirinya, luka di bagian kanan wajahnya sudah mulai mengering, tapi luka di dalam hatinya belum juga sirna, dia menangisi dirinya sendiri di depan cermin yang memotret segala sesuatu yang ada di hadapannya. Potret kehidupan Robert……
Langkah seseorang mengalihkan pandangan Robert, seorang perempuan berambut coklat, bergelombang dengan pakaian rapi tersenyum manis sambil berucap, “Bagaimana keadaanmu?.”
“Tidak baik…,” jawab Robert berpaling kembali kearah cermin.
Perempuan tadi mendekat dan memeluk Robert dari belakang, “Kau masih memikirkannya?.”
Pertenyaan itu membuat Robert bangkit mengambil topi bundar yang tersangkut di samping lemari, berjalan meninggalkan kamar, langkahnya di ikuti oleh perempuan tadi.
“Kau ingin pergi kemana?.”
Robert berhenti lalu berpaling, “Aku butuh waktu untuk sendiri.”
Manusia Biasa
Kedua tangan itu terjerat rantai besi, mata sendu itu berkedip pilu, setiap sekali kelopak mata itu berkedip, maka akan ada setiap tetes air mata yang mengalir, dan berulang-ulang juga jemari tangan yang terjerat rantai besi itu menyapu aliran air kesedihan.
“Kau terlihat kurus,” ucap Amy sedih.
“Tidak, kau hanya sedih—mana Arya, aku sudah sangat merindukannya.”
“Dia tidak ikut, dia di sekolah mempersiapkan pesta ulang tahunnya yang ke-6 bersama teman-temannya.”
Robert menangis, “Tak terasa sekarang anak kita sudah berumur 6 tahun. Aku merasa bersalah padanya, masa kecilnya sangat banyak terlewatkan olehku.”
Amy memegang jemari Robert yang menegang dan berat. “Tenang saja, Arya tidak akan lupa denganmu, setiap malam ketika dia ingin tidur dia selalu bertanya padaku sambil memeluk fotomu, “Kapa ayah pulang?,” tanyanya penuh harap padaku, aku pun memberitahunya bahwa kau akan pulang segera.”
“Aku merindukannya, sama seperti aku yang juga merindukanmu.”
Di dalam tatapan mata mereka yang saling merindu itu, alam hayal mereka membayang bahwa mereka sedang bersama, berdua tanpa ada orang lain di ruangan itu, hingga sentuhan-sentuhan mesra bercampur napsu dan cinta membelenggu mereka. Walau hanya dalam tatapan imajinasi yang mengharapkan hal itu segera terjadi.
Waktu yang dimiliki sudah habis, wajah kerinduan telah pergi, kini hidup selama bertahun-tahun bertemankan jeruji besi yang tidak hanya mengurung jiwa, tapi juga mengurung rindu dan hati.
Bersambung ke bagian 2….
Catatan bayangan : di bagian 1 ini aku ingin menyampaikan pergulantan emosi dan hati yang tersiksa karena keadaan, aku ingin memberitahukan apa yang sedang di hadapai oleh Robert dalam hidupnya, walau semuanya ku gambarkan dalam ritme yang perlahan dan menimbulkan rasa penasaran, cerita cinta yang mencoba ku tampilkan dalam alur yang berteka-teki sehingga para pembaca selalu ingin tahu apa sebenarnya yang sedang di alami oleh Robert secara lengkap. Semoga anda sebagai pambaca bisa merasakan emosi ini dan tidak lelah untuk membaca kisah ini hingga bagian 2 dan bagian 3 yang menjadi akhir dari kisah Robert.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih sudah membaca dan memberikan komentar!