[Cerita ini terbagi
atas 3 bagian]
{Bagian 1}
“Aku
melangkah bukan tanpa alasan, aku meninggalkan bukan tanpa sebab yang jelas,
aku melakukan ini karena rasa kerinduanku.”
Kaki-kaki bayangan
Luka gores yang ada di wajah bagian kanan memang sering
terasa perih, tapi rasa perih hati jauh lebih dari rasa perih di wajah yang
lambat-laun akan menghilang juga, bahkan sampai mati rasa perih itu akan terus
saja terasa.
Robert meletakkan ranselnya di samping kaki, menyandarkan
diri ke dinding trowongan yang sunyi, meratapi ke hampaan hati yang berdetak
naik turun. Sebuah mobil melintas cepat menjauh dan menghilang di ujung
terowongan yang benderang. Cukup lama Robert memandangi ujung terowongan dan
ketika kemauan itu tidak hanya berupa deskriptif belaka, tapakan kaki membentuk
alunan nada yang tidak beraturan. Di mana
aku telah hilang. Ucapnya meyakinkan dirinya sendiri.
Robert menuju ketengah jalan, dan saat dia sudah semakin
dekat dengan ujung terowongan cahaya yang dilihatnya perlahan memudar, dan
suara melengking, memecah keheningan terowongan, mobil truk kuning besar melaju
kearahnya, ketika Robert menoleh kebelakang sebuah mobil sedan hitam juga
melaju kearahnya, dalam hitungan detik-detik yang melambat, Robert bisa melihat
tatapan matanya sendiri, yang sedang beralih pada sosok perempuan yang ada di
sebelahnya. Pertengkaran di dalam mobil.
Robert berlari kesamping jalan, meloncat untuk menghindar,
tabrakan keras terjadi dalam beberapa senti dari wajahnya, mobil sedan
menghantap dinding terowongan dan terbalik, sedangkan truk yang berhenti dengan
perlahan condong kekiri dan terdansar ke aspal yang terkikis besi, percikan api
menghiasi terowongan yang sunyi.
Robert bangkit perlahan sambil memungut tasnya dan saat dia
menjenguk kebawah kearah mobil sedan yang terbalik, dia melihat darah, dia
melihat kedua bola mata yang melotot tak lagi bergerak. Perlahan semuanya
memutih dan sirna menjadi langit-langit rumah yang abu-abu.
“Sayang………,” ucap Robert mencari-cari istrinya, suara air
tumpah di dalam kamar mandi membuat senyum di wajahnya mengembang, dia
melangkah menuju kearah pintu kamar mandi yang tidak tertutup, keran yang masih
terbuka menimbulkan suara air tumpah, dan dengan resah di tutupnya air keran
yang terus saja mengalir.
Ketika Robert keluar dari kamar mandi, dia mendapati tubuh
sexy dengan pakaian dalam berenda sedang duduk di atas tempat tidur menunggu
dirinya dengan seberkas senyum, dengan wajah malu-malu Robert mendekat dan
duduk di sebelah Amy.
Tidak menyentuhnya, tidak mengajaknya bicara, karena
perlahan bayangan itu menghilang, menyisakan kesendirian yang memuruk dalam.
Suara dari luar kamar menarik minat Robert untuk memeriksa. Hingga tatapan mata
merah membasahi bagian bumi yang menarik segala benda dengan gaya gravitasinya.
Wajah si kecil Arya yang lugu sedang asik memperhatikan
setiap tuls yang di tekannya, di atas piano klasik itu terdapat sebotol minuman
dan sebuah gelas kaca yang kosong. Suara air di tuang dari botol kegelas,
seirama dengan alunan piano yang putus-putus. Tegukkan pertama……….tegukkan
kedua……., perlahan Robert meletakkan gelas kaca ke posisi semula dan dia duduk
di bangku di depan piano, menyatu dengan bayangan Arya yang menghilang, dan
jemari-jemari Robert membasuh rindu.
Di depan cermin Robert memandangi dirinya, luka di bagian
kanan wajahnya sudah mulai mengering, tapi luka di dalam hatinya belum juga
sirna, dia menangisi dirinya sendiri di depan cermin yang memotret segala
sesuatu yang ada di hadapannya. Potret kehidupan Robert……
Langkah seseorang mengalihkan pandangan Robert, seorang
perempuan berambut coklat, bergelombang dengan pakaian rapi tersenyum manis
sambil berucap, “Bagaimana keadaanmu?.”
“Tidak baik…,” jawab Robert berpaling kembali kearah cermin.
Perempuan tadi mendekat dan memeluk Robert dari belakang,
“Kau masih memikirkannya?.”
Pertenyaan itu membuat Robert bangkit mengambil topi bundar
yang tersangkut di samping lemari, berjalan meninggalkan kamar, langkahnya di
ikuti oleh perempuan tadi.
“Kau ingin pergi kemana?.”
Robert berhenti lalu berpaling, “Aku butuh waktu untuk
sendiri.”
Manusia Biasa
Kedua tangan itu terjerat rantai besi, mata sendu itu
berkedip pilu, setiap sekali kelopak mata itu berkedip, maka akan ada setiap
tetes air mata yang mengalir, dan berulang-ulang juga jemari tangan yang
terjerat rantai besi itu menyapu aliran air kesedihan.
“Kau terlihat kurus,” ucap Amy sedih.
“Tidak, kau hanya sedih—mana Arya, aku sudah sangat
merindukannya.”
“Dia tidak ikut, dia di sekolah mempersiapkan pesta ulang
tahunnya yang ke-6 bersama teman-temannya.”
Robert menangis, “Tak terasa sekarang anak kita sudah
berumur 6 tahun. Aku merasa bersalah padanya, masa kecilnya sangat banyak
terlewatkan olehku.”
Amy memegang jemari Robert yang menegang dan berat. “Tenang
saja, Arya tidak akan lupa denganmu, setiap malam ketika dia ingin tidur dia
selalu bertanya padaku sambil memeluk fotomu, “Kapa ayah pulang?,” tanyanya
penuh harap padaku, aku pun memberitahunya bahwa kau akan pulang segera.”
“Aku merindukannya, sama seperti aku yang juga
merindukanmu.”
Di dalam tatapan mata mereka yang saling merindu itu, alam
hayal mereka membayang bahwa mereka sedang bersama, berdua tanpa ada orang lain
di ruangan itu, hingga sentuhan-sentuhan mesra bercampur napsu dan cinta membelenggu
mereka. Walau hanya dalam tatapan imajinasi yang mengharapkan hal itu segera
terjadi.
Waktu yang dimiliki sudah habis, wajah kerinduan telah
pergi, kini hidup selama bertahun-tahun bertemankan jeruji besi yang tidak
hanya mengurung jiwa, tapi juga mengurung rindu dan hati.
Bersambung ke bagian 2….
Catatan bayangan : di bagian 1 ini aku ingin menyampaikan
pergulantan emosi dan hati yang tersiksa karena keadaan, aku ingin
memberitahukan apa yang sedang di hadapai oleh Robert dalam hidupnya, walau
semuanya ku gambarkan dalam ritme yang perlahan dan menimbulkan rasa penasaran,
cerita cinta yang mencoba ku tampilkan dalam alur yang berteka-teki sehingga
para pembaca selalu ingin tahu apa sebenarnya yang sedang di alami oleh Robert
secara lengkap. Semoga anda sebagai pambaca bisa merasakan emosi ini dan tidak
lelah untuk membaca kisah ini hingga bagian 2 dan bagian 3 yang menjadi akhir
dari kisah Robert.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah membaca dan memberikan komentar!