Telpon genggamnya
berdeting, sebuah panggilan yang sejak tadi terus saja ditolak olehnya, di
layar telpon genggam miliknya itu tertulis sebuah kata yang sudah lama tidak
diucapkannya secara jujur, “Sayang” itulah kata yang muncul.
Jony berpaling,
melanjutkan langkahnya dan menerima panggilan itu, mendengarkan suara seorang
perempuan yang sangat dikenalinya sepanjang sisa hidupnya.
“Aku akan segera
kesana!,” ucap Jony mengakhiri pembicaraan ditelpon genggamnya.
Setengah jam kemudian
dia sudah duduk di dalam kereta, menatapi lintasan cahaya dari lampu-lampu yang
berasal dari tiang listrik, hingga akhirnya semua itu bagaikan padam karena
kereta mulai memasuki sebuah terowongan.
Jony menutup kedua
matanya, mencoba menyebrangi akalnya yang sudah sangat letih menghadapi
kehidupan yang dijalaninya. Kehidupan keluarga yang semakin harinya semakin
menjadi buruk, setiap harinya hanya terjalin sedikit percakapan, waktu berpisah
lebih panjang. Setiap hari keluarga itu seperti tidak lagi serasa menjadi
keluarga pada umumnya.
Jony membuka matanya,
dia sudah berada di ruang tunggu sebuah rumah sakit bersama seorang perempuan
berambut pirang dengan mata berkaca-kaca. Dirangkulkan Jony tangannya kearah Musda,
perempuan yang tidak lain adalah istrinya sendiri.
“Tenanglah, Ayahmu akan
baik-baik saja. Dia adalah laki-laki yang kuat,” Jony mencoba menenangkan.
Sudah lama rasa cemas
seperti itu mereka lewati. Semua itu berawal sejak kepindahan Rowan, ayah Musda
dari rehabilitas ke rumah mereka yang semakin harinya semakin sepi.
Musda melepaskan
dekapan Jony, menyapu air matanya kemudian berpaling kearah Jony. “Sayang, Depp
tidak pulang sejak sore tadi, dia pergi tanpa bilang apa-apa, aku sudah mencoba
menghubunginya tapi dia tidak pernah mau menerimanya atau bahkan membalas pesan
yang ku kirim. Kau bisa mencarinya?,” pinta Musda.
“Kau sudah menghubungi
semua temannya?,” Jony balik bertanya.
“Sudah, tapi tak satu
pun dari mereka yang tahu. Aku takut dia kenapa-kenapa.”
Jony bangkit dan
bergerak menuju lift untuk mencari Depp, sesampai di lantai bawah, Jony
langsung menelpon Depp tiada henti, hingga akhirnya panggilannya pun
mendapatkan jawaban.
Suara musik menghentak
diujung telpon. “Kau di mana?,” tanya Jony berusaha terdengar tenang.
“Aku akan segera
pulang,” jawab Depp setengah berteriak.
“Kau di mana?. Ayah
akan menjemputmu sekarang,” kali ini suara Jony terdengar tegas.
“Aku akan pulang
sendiri,” ucap Depp bersikeras.
“Depp — ibumu
mencemaskanmu, dia ada di rumah sakit, Kakek Steve sekarat.”
Ucapan Jony itu membuat
semuanya saling membisu dalam beberapa menit. Kemudian akhirnya Depp pun
memberikan jawaban. “Jemput aku di depan toko roti Mariam.” Panggilan pun
terputus.
Jony melaju menggunakan
mobil istrinya, melewati jalan yang mulai sepi, hingga akhirnya di depan toko
roti yang sudah hampir tutup itu seorang laki-laki muda bersandar di tembok
toko, menunggu seseorang yang tidak lain menunggu Jony.
“Dari mana kau?,” tanya
Jony
“Tempat hiburan,” jawab
Depp singkat.
“Apa kau menemukan
seseorang yang kau suka?,” tanya Jony lagi.
“Tidak aku hanya
sendirian. Maksudku aku tidak merasa tepat berada di sana — ya aku tidak
bersama orang yang aku sukai,” jawab Depp agak gugup.
“Laki-laki?,” tanya
Jony lagi.
“Ya, tapi tidak terlalu
baik,” Depp tidak berani menatap wajah Ayahnya itu.
“Ku rasa suatu hari kau
akan menemukannya,” Jony sedikit pun tidak terlihat marah.
“Ayah—,” Depp
memberanikan dirinya untuk menatap wajah ayahnya yang terlihat keras. “Aku
minta maaf jika selama ini Ayah tidak menyukaiku.”
Jony terlihat sedikit
tersenyum lalu berucap pelan. “Ayah tidak pernah bilang begitu. Ayah juga
meminta maaf jika pernah sangat marah dengan apa yang telah kau pilih. Tapi
sekarang Ayah merasa kau pastilah memiliki banyak alasan untuk itu semua.”
Keadaan canggung di
dalam mobil itu semakin terasa ketika keduanya diam tak lagi membuka
pembicaraan hingga akhirnya Depp menyebutkan sebuah nama.
“Tommy, sudah satu
minggu ini aku mengenalnya.”
Jony masih terlihat
tenang. “Kau menyukainya?,” tanyanya.
“Awalnya ya — Dia sama
sepertiku, seorang Gay. Dia tampan, awalnya baik. Tapi tadi dia menjadi orang
yang sangat ku benci.”
“Apa dia menyakitimu?,”
Jony hanya terus bertanya.
“Aku merasa dia semakin
membawa banyak pengaruh buruk padaku, aku tidak lagi menyukainya, aku
meninggalkannya,” kali ini Depp mulai terlihat santai.
“Ayah memang tidak
terlalu mengerti cinta pasangan Gay. Maaf maksut Ayah itu sepertinya lebih
rumit. Tapi saran Ayah belajarlah untuk memilih sesuatu yang sudah kau kenal
terlebih dauhulu agar kau tidak terlalu jauh terlarut dan akhirnya tersakiti.”
Jony dan Depp setengah
berlari setelah keluar dari lift rumah sakit, Musda terlihar duduk dengan
tangis yang tidak kunjung henti. Jony memeluk istrinya itu, sedangkan Depp
duduk di samping kedua orang tuanya. Saat itu Depp juga terlihat menangis.
“Dia tidak tertolong
lagi,” ucap Musda lirih.
“Mungkin itulah yang
terbaik untuknya dari Tuhan,” ucap Jony sambil mengelus kepala Istrinya itu.
“Aku menyesal karena
begitu membencinya, aku menyesal telah mengatakan itu padanya,” Musda lagi-lagi
mengeluh.
“Sudahlah, kita harus
belajar merelakannya. Walau pun dia sangat pemarah tapi dia juga sangat
menyayangi kita semua. Ini sudah waktunya Sayang, kita tak mungkin mencegah ini
terjadi.”
“Kadang aku sering
mengeluhkan semua tingkahnya yang sangat menggangguku. walau sebenarnya aku tak
bisa menolaknya karena dia adalah seorang Ayah bagiku,” air mata Musda tidak
juga kunjung henti.
“Kau hanya merasa lelah
sehingga kau akhirnya marah dengan banyak hal. Aku minta maaf jika tidak pernah
mencoba menyenangkanmu, aku minta maaf jika tahun-tahun ini aku begitu
mementingkan pekerjaanku sehingga waktu bersama kalian begitu tersita. Aku tahu
tahun-tahun ini menjadi tahun terberat dalam keluarga kita”
Malam itu Steve pun
menjadi sejarah, sejarah yang menyisakan banyak kesedihan di hati orang-orang
yang ditinggalkannya. Kadang dunia itu terlihat asing bagi sekian banyak orang,
akan tetapi keasingan itulah yang membuat orang itu sulit untuk dilupakan saat
ajal akhirnya memisahkan banyak hal yang ditinggalkan. Lahir dalam kesendirian
maka kembali pun dalam kekosongan dan kesendirian. Tanpa ada orang bisa
membantu atau mempungkiri kematian itu.
Sore sehari setelah
kepergian Steve. Jony, Musda dan Depp pergi ke dermaga untuk menaburkan abu
Steve seperti yang dulunya pernah diminta oleh Steve pada Musda anaknya.
Depp bergerak keujung
dermaga, membuka kendi yang penuh berisi dengan abu, membiarkannya secara
perlahan terbang terbawa oleh derasnya angin laut yang berhembus bersama
beberapa ekor burung camar. Hingga akhirnya kendi pun di tumpahnya dan menyatu
dengan air laut yang menggulungkan gelombang.
Sore itu rasa haru
masih sama, Jony dan Musda berjalan menyusuri pantai, membiarkan Depp sendiri
membuka ruang kesedihan di ujung dermaga yang sepi. Saat itulah Jony mulai
mengungkap sebuah fakta tentang hal yang tidak pernah dibicarakannya pada
Musda.
“Sayang, aku mencoba
untuk menutupi ini tapi aku pun tak pernah sanggup melakukannya. Aku harus
jujur padamu tentang ini semua. Aku berselingkuh bersama seorang teman lama, ku
kira hal itu bisa membuat aku bahagia dan menghilangkan rasa resah di hatiku.
Tapi aku ternyata salah, aku malah merasakan hal yang sebaliknya.”
Musda diam tak
memberikan tanggapan, perlahan dilepaskannya jabatan tangan Jony.
“Aku minta maaf jika
sekali lagi aku menyakiti hatimu. Malam saat Steve sekarat, saat kau
menghubungiku malam itu, aku sudah mengakhiri semuanya, aku meninggalkan
dirinya dan memberitahunya bahwa aku tak bisa terlalu lama terjerumus di dalam
rasa bersalah yang telah aku ciptakan. Aku meninggalkanya di seberang jalan—.”
Kali ini mereka berdua
terlihat memiliki jarak yang cukup jauh. “Aku tak sanggup lagi marah dengan
semua itu, karena seberapa besar pun kemarahan yang aku miliki aku tak bisa
merubahnya menjadi tidak pernah terjadi. Semua sudah terjadi seperti Ayah yang
juga tak lagi mungkin kembali.”
“Maafkan aku,” Jony memohon.
“Saat kau begitu marah
bahwa Depp memberitahu kita bahwa dia adalah Gay, aku sangat ingin bilang
padamu bahwa semua itu terjadi karena kelalaianmu, karena kurangnya perhatian
waktu yang kau berikan kepadanya. Tapi aku tak mengucapkan itu, karena aku tahu
itu pun juga adalah kesalahanku, aku tidak pernah mencoba mengenal dirinya
dengan sangat baik. Aku berpikir semuaya telah terjadi dan tak mungkin lagi
bisa diulang dan digantikan.”
Jony diam sambil
menatap Musda dengan sangat tajam.
“Aku ingin jujur padamu
tentang perasaanku saat ini. Aku begitu marah denganmu, dengan semua yang
terjadi di keluarga ini,” Musda pun berpaling dan berlari menuju dermaga tempat
Depp berada.
Jony diam hanya mampu
memandangi dua sosok manusia yang disayanginya yang merupakan bagian dari
keluarganya yang dulunya terasa sangat sempurna. Tak ada kesempurnaan di dunia
ini. Bahkan Tuhan pun terasa membuat sebuah kesalahan karena telah menciptakan
manusia yang ternyata seringkali tidak patuh dengan apa yang diperintahkan-Nya.
Andai
saja kata sempurna itu tidak pernah ada.[]
NB : Seperti apa keluargamu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah membaca dan memberikan komentar!