Payudaranya
setiap kali membenam di dalam mulutku yang rakus, dari kecil hingga aku besar
pun dia selalu menjejalkan payudaranya itu, tidak hanya padaku tapi juga pada
Ayahku, pada teman Ayahku, pada tetangga kami, pada siapa saja yang datang
membawa uang untuk kehidupan kami. Payudaranya setiap kali membenam di dalam
mulut-mulut yang rakus.
Dan
kini aku pun mempunyai anak yang setiap kali kubenamkan payudaraku kemulutnya
yang rakus, dari kecil hingga dia besar pun selalu kujejali payudaraku, tidak
hanya pada anakku tapi juga pada Suamiku, pada teman Suamiku, pada tetangga
kami, pada siapa saja yang datang membawa uang untuk kehidupan kami. Payudaraku
setiap kali aku benamkan di dalam mulut-mulut yang rakus.
Tiba
suatu ketika Ayahku dibunuh orang, aku pun tinggal bersama ibuku saja, setiap
malam kudengar suara desahannya di kamar sebelah, aku tahu suaranya itulah yang
membuat kami bisa bertahan hidup, bisa membeli makan, bisa membuat aku
bersekolah, walau aku sering juga mendengar pakian dan hinaan dari orang-orang
yang tidak suka dengan hidup yang kami miliki. Terlepas dari itu semua aku
selalu bersyukur karena hingga saat ini pun kami masih bisa bertahan.
Sama
seperti Ayahku, Suamiku pun mati dibunuh orang, kini aku hidup bersama anakku saja,
setiap malam kudesahkan suara kenikmatan di kamar sebelah, walau pun aku tahu
anakku mendengar hal itu, tapi hanya hal itu yang bisa membuat kami bertahan
hidup, bisa membeli makan, bisa membuat anakku bersekolah, walau aku dan anakku
sering kali mendengar pakian dan hinaan dari orang-orang yang tidak suka dengan
hidup yang kami miliki. Terlepas dari itu semua aku selalu bersyukur karena
hingga saat ini pun kami masih bisa bertahan.
Ibuku
telah mati karena penyakit HIV, dan aku pun sendiri tanpa pilihan hidup yang
jelas, sekolahku terhenti, aku tak tahu harus mengadu kemana. Hingga akhirnya
aku yang mulai beranjak dewasa mulai melakukan apa yang pernah dilakukan Ibuku
untuk bertahan hidup. Seperti orang-orang yang membenci Ibuku katakan : bahwa
buah tidak jauh jatuh dari pohonnya.
Kini
aku terserang penyakit HIV, aku takut mati hingga akhirnya anakku pun tidak
memiliki banyak pilihan hidup yang jelas, aku takut sekolahnya terhenti, aku
takut dia sendiri tanpa ada tempat dia mengadu keluh kesahnya. Aku takut dia
melakukan apa yang pernah dilakukanku untuk bertahan hidup. Aku takut kata-kata
orang-orang
yang membenci kami terbukti lagi : bahwa buah tidak jauh jatuh dari
pohonnya.
*
Aku
menangis ketika membaca buku harian Ibuku, tentang cerita ibunya yang tidak
jauh berbeda dengan kehidupan yang dialami olehnya. Aku menangis karena
mengetahui ketakutan yang pernah dimiliki oleh Ibuku, ketakutan tentang : bahwa
buah tidak jauh jatuh dari pohonnya.
Aku
menangis karena ucapan orang-orang yang membenci kami terbukti lagi, bahwa aku
sama saja seperti Ibuku, seorang pelacur yang bertahan hidup dengan melacur.
Sudah
setahun Ibuku mati, matinya dihari Ibu. Semoga Tuhan mendengar doaku!.[]
NB : Untuk para Ibu yang lupa
cara mendidik anaknya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah membaca dan memberikan komentar!