Dari jendela kaca di sebuah gedung
yang masih berdiri kokoh, dilantai paling atas sosok itu mengintip,
memperhatikan jalan yang sepi seperti hari-hari yang lalu. Harapan. Kata itu sudah terlanjur dilupakan dan bahkan tidak lagi
pernah diucapkan. Kesendirian, kesepian dan ditinggalkan dalam ketakutan.
Dan malam pun datang menghampiri,
kegelapan yang paling ditakuti oleh setiap kehidupan di muka bumi, kegelapan
yang sepi tapi penuh dengan marabahaya, kegelapan yang sepi yang terkadang
dihiasi dengan sekelibat cahaya yang melintas mencari mangsa.
Nino masuk ke dalam peti besi yang
cukup besar, menyalakan senter yang akan memberikan penerangan padanya di dalam
peti tadi, sebelumnya pintu kamar tempat dia berada sudah dikuncinya, dan
beberapa ranjau penjepit sudah dipasang, seperti saat menyambut malam pada hari
sebelumnya, Nino diam sejenak menghadap kearah barat. Sangat indah melihat
matahari yang hampir tenggelam. Andai
saja matahari itu tidak pernah lagi tenggelam. Hal mustahil itu sering
melintas di dalam pikirnya.
Di dalam peti Nino berbaring,
sambil menyantap beberapa roti yang didapatnya dari toko-toko makanan yang ada
tidak jauh dari tempat dia tinggal, toko-toko sepi yang sudah ditinggalkan
orang-orang itu memang sangat bermanfaat, tapi entah sampai kapan manfaat itu
akan terus bertahan?. Seperti yang juga dilakukan Nino untuk terus bertahan.
Senter sudah mulai meredup,
batrainya sudah mulai menipis, dan dengan helaan nafas yang cukup panjang
dimatikannya senter dan dia mulai menyatu dengan kegelapan, matanya memejam
sedangkan mulutnya menyuarakan doa-doa. Semoga
tuhan mendengar doaku. Ucapnya mengakhiri doanya.
*
6 hari yang lalu
Wajah-wajah khawatir tergambar
jelas, dari setiap orang yang ada di sana, berkerumun, melihat keatas kearah
ujung gedung lantai 28 yang tinggi. Semua orang melihat empat orang manusia
saling bergandengan tangan, sebuah keluarga yang berdiri diujung gedung dan
terlihat siap untuk melompat. Polisi dan ambulan sudah berjaga di bawah,
beberapa orang polisi naik menuju lantai 28 untuk menggagalkan aksi nekat
keluarga tadi.
Tak ada yang bisa mencegah kejadian
itu kecuali kehendak Tuhan, atau memang itu kehendak Tuhan, karena semua kuasa
adalah milik Tuhan, tentang kehidupan, tentang kematian.
Empat orang yang terdiri dari
seorang Ibu, Ayah, dan dua orang anak laki-laki terjun bebas dalam keadaan
sadar, tak ada kata perpisahan yang mereka ucapkan, semuanya terjadi begitu
cepat, semua terjadi dalam hitungan detik yang tak bisa dihindari.
Sekejab nyawa keluarga tadi lenyap,
bagaikan angin yang berhembus dan berlalu begitu saja, semua orang yang
menyaksikan kejadian itu histeris, darah menghiasi aspal yang sebelumnya legam,
raga itu remuk, jiwa itu pun terberai tanpa petunjuk.
Tragedi bunuh diri itu tidak hanya
terjadi pada keluarga tadi, tapi terus berlanjut pada banyak orang di kota itu,
satu persatu menghilang dan ditemukan tak lagi bernyawa, semuanya menyelesaikan
kehidupan mereka.
Malam itu Nino pulang dari gereja, dia
adalah seorang pastur yang hidup bersama seorang Ayah yang tua renta, seorang
ayah yang sudah pikun dan suka marah-marah, malam itu adalah malam terakhirnya
bertemu dengan sang Ayah, karena saat dia mencapai rumahnya, dia menemukan
jasad sang Ayah tergantung di depan pintu kamar, entah apa alasannya, Ayahnya
bunuhdiri.
Lalu tetangganya dan semua orang
terdekatnya bunuhdiri. Tak lama kemudian kota menjadi sepi. Orang-orang yang
tersisa ketakutan, lalu setiap kuburan terbongkar berhamburan, semua jasad
menghilang, ditelan cahaya yang melintas cepat mengerikan.
Cahaya Tuhan atau cahaya setan,
cahaya-cahaya itu seakan memakan jasad-jasad dan kemudian menelan orang-orang
yang tersisa, listrik padam dunia menjadi menakutkan, setiap orang mencari
perlidungan, menyembunyikan diri mereka dari kegelapan malam.
Begitu juga halnya dengan Nino, dia
pun bersembunyi di sebuah gedung sepi, sendiri, tanpa ada harapan yang pasti.
Bukan
kah kehidupan bukanlah hal yang kekal, dan semua kehidupan pastilah akan
berujung pada kematian.
*
Hari ke-7
Beberapa ranjau penjepit
menggeletak, menandakan bahwa ada orang yang terinjak, tapi tak terdengar
teriakan, atau bahkan rintihan kesakitan. Lalu desisan pelan terdengar di
pendengaran Nino, desisan yang bergerak di samping peti tempat Nino
bersembunyi.
Jantung Nino berdetak kencang, dia
sadar siapa pun yang berada di luar, hal itu bisa saja membuatnya terbunuh.
Nino mulai membisikkan doa tapi rasak khawatirnya membuat doanya buyar begitu
saja.
Perlahan pintu peti terangkat,
gelisah semakin menghantui Nino. Dan ketika pintu peti itu terbuka lebar, sosok
sakral bercahaya terlihat berdiri menyilaukan. Cahaya penelan jiwa. Nino yang terkejut berputar kesamping lalu
melompat keluar peti, dia berlari melewati ranjau yang sudah mati.
Keringat membasahi tubuhnya, sosok
sakral tadi mengejar bagai angin yang berhebus, melayang hanya dalam bentuk
cahaya bagaikan kilat yang menyambar. Ketika cahaya tadi menyambar Nino, dia
pun terjerebak karena kakinya tersandung kabel yang membentang di antara pintu.
Terjangan cahaya tadi meleset, Nino membelok dan bersembunyi di sebuah kamar
yang gelap.
Sosok sakral tidak lagi terlihat, dunia
gelap kembali sepi. Dari sebuah jendela kaca, terlihat sekelibat cahaya terbang
melintang, lewat begitu saja dan menghilang bagaikan komet yang terlalu jauh
untuk dijangkau indra penglihatan.
Nino memberanikan diri untuk
bergerak, meraba di dalam kegelapan. Langkahnya terhenti ketika sebuah cahaya
di ujung lorong menghadap kearahnya, cahaya itu berbeda, cahaya itu hangat tapi
terus bergerak meliar. Tiba-tiba saja Nino terdiam, pikirannya seakan dirasuki
oleh cahaya tadi. Matanya membuka dunia menjadi terang seketika.
Seakan itu sebuah reka ulang sebuah
kejadian. Nino berjalan memasuki sebuah kamar yang rapid an bersih, di dinding
kamar terdapat sebuah cermin besar, cermin yang memantulkan jiwa Nino yang
sesungguhnya. Jiwa yang tidak lagi berwujud manusia, jiwa yang hanya terlihat
seperti sekelibat cahaya.
Lalu kaca jendela pecah dan
teriakan memecah keheningan malam, sosok itu jaruh dari lantai yang tinggi,
menerjang cepat kearah aspal yang legam, tapi tak sampai menyentuh aspal sosok
tadi menghilang ditelan oleh cahaya, dunia sepi, dunia tak lagi berpeghuni.
Seperti
yang tertulis di dalam Kitab Kejadian. Dunia diciptakan dalam 7 hari. Hari
pertama penciptaan terang, hari kedua penciptaan cakrawala, hari ketiga
penciptaan laut, darat, tumbuh-tumbuhan, hari keempat penciptaan benda-benda
langit yang menerangi cakrawala, hari kelima penciptaan binatang-binatang laut
dan bersayap, hari keenam penciptaan binatang liar dan segala jenis ternak,
melata di muka Bumi dan manusia, hari ketujuh semua berhenti bekerja.
Kejadian
2 : 4-7 = TUHAN Allah membentuk manusia. []
NB
: untuk die, terima kasih atas ide ceritanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah membaca dan memberikan komentar!